Bagaimana Anda melihat kesiapan dari siswa menghadapi Ujian Nasional (UN) tahun ini?
Kalau dilihat dari kalangan siswa merekalah yang sangat berperan dalam menghadapi UN ini, dan saya rasa mereka belum siap untuk itu.
Apa kendala yang dihadapi mereka?
Kalau kita lihat dari sekolah, mungkin selama ini sudah mulai dilaksanakan les, privat terhadap calon-calon peserta UN ke depan. Namun dari hasil-hasil pre test masih di bawah standar yang diharapkan. Mungkin dari sekolah atau Dinas Pendidikan sudah berusaha tapi memang dari diri siswa itu sendiri yang belum siap untuk menghadapi UN tahun ini.
Apakah dari kalangan guru sudah siap untuk menghadapi UN?
Yang menjadi patokan sekarang mayoritas guru di sekolah sudah mencukupi atau tidak? Dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh siswa itu sendiri di sekolah. Kita tidak bisa pungkiri khususnya di Aceh masih sangat minim tenaga pengajar. Ok.! Kalau di daerah-daerah perkotaan seperti Banda Aceh dan Aceh Utara bisa dikatakan sudah cukup memadai. Tapi untuk sekolah-sekolah yang ada didaerah pesisir yang masih banyak membutuhkan tenaga guru, bagaimana mereka bisa menyiapkan peserta untuk menghadapi UN sedangkan tenaga pengajar sangat kurang.
Maksud Anda, guru harus ditambah?
Ya, guru harus ditambah sekaligus skillnya juga. Jangan hanya menambah guru tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mendidik. Itu sama saja tidak bisa mencapai target yang diinginkan.
Tahun lalu, nilai UN di Aceh termasuk rendah, jadi apa yang harus dibenahi supaya tingkat kelulusan itu tinggi?
Kalau kami dari Pelajar Islam
Jadi apa barometer mutu pendidikan kita sudah bagus atau masih jelek?
UN itu tidak menjamin seseorang yang lulus itu adalah orang yang pintar. Pengalaman beberapa tahun lalu, ada siswa yang lulus UN tetapi dia tidak lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan ada siswa yang harus ikut paket C tetapi dia lulus SPMB.
Jadi kita sekarang menanyakan mana yang betul untuk standarisasi untuk melihat kemampuan siswa itu sendiri. Yang jelas semua program itu pasti ada kelemahannya. Penilaian siswa yang mengikuti UN dinilai dengan simulasi komputer. Sedangkan yang yang lebih tahu siswa itu adalah guru itu sendiri. Guru tahu bagaimana tingkat kecerdasan dari siswa itu sendiri. Kita tidak bisa katakan UN itu menjadi salah satu alat ukur kelulusan siswa. Seperti yang saya katakan tadi, siswa yang lulus UN tetapi dia tidak lulus (SPMB) yang tidak lulus UN dia lulus SPMB ini ….... lucu
Jadi UN itu tidak perlu ada?
Kalau sistemnya seperti ini, saya rasa tidak perlu. Lebih banyak mubazirnya.
Kalau UN tidak perlu, jadi apa penentu kelulusan siswa?
Ujian Akhir Sekolah (UAS), tetapi yang perlu lebih diperhatikan kesiapan, kesigapan dan tenaga pendidik itu sendiri dalam hal ini guru. Saya lebih condong guru lebih berperan aktif untuk menentukan kelulusan siswa karena selama 3 tahun, merekalah yang mendidik dan mengajar dan lebih mengerti tentang kemampuan murid-muridnya.
Apakah patokan nilai UN harus dinaikan setiap tahun?
Kalau dilihat patokan nilai yang setiap tahun dinaikan dan menjadi standarisasi kelulusan ini juga menjadi permasalahan. Di satu sisi fasilitas yang ada di sekolah sangat minim untuk mencapai tingkat kelulusan itu sendiri.
Ok! Untuk sekolah diperkotaan, mereka sering membuat Bimbingan Belajar (Bimbel) untuk mendukung tercapainya nilai dalam menghadapi UN tersebut. Tapi sekolah di pesisir atau sekolah-sekolah yang ada di pedesaan yang jauh dari perkotaan sangat minim. Jangan
Jadi kita tidak perlu standarisasi kelulusan?
Pengalaman tahun lalu untuk mencapai nilai kelulusan yang telah ditetapkan, semua siswa mencari cara bagaimana untuk memperoleh nilai kelulusan tersebut akibatnya banyak sekolah yang kedapatan soalnya bocor, adanya permainan yang tidak sehat. Kalau ini terjadi bagaimana kita dapat melihat kemampuan siswa tersebut. UN bisa menjadi barometer awal untuk melihat kemampuan siswa dan tidak dijadikan sebagai alat ukur untuk ketentuan kelulusan atau tidak lulusnya siswa.
Yang menjadi permasalahan klasik adalah dasar standarisasi kelulusan yang diatur di tingkat pusat.
Kalau di Jakarta wajar-wajar saja. Pemerintah dalam hal ini menteri pendidikan mematok standarisasi kelulusan UN seperti itu apakah ada sebuah penelitian terhadap perkembangan siswa atau tidak. Atau hanya sebatas ketentuan-ketentuan sepihak atau ada penelitian tapi hanya seputaran Pulau Jawa. Kita tahu setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, fasilitas pendidikan yang berbeda dan tenaga guru yang berbeda sedangkan standar kelulusan di sama-ratakan.
Apakah setiap soal UN yang dibuat dari pusat sampai ke daerah itu sama?
Saya tidak pernah ikut UN karena saya lulus SMU tahun 2002, waktu itu masih tahap uji coba sedangkan UN baru dilaksanakan 2003.
Jadi yang perlu dibenahi terhadap UN?
Saya lebih bersependapat kembalikan saja sistem kelulusan itu ke sekolah masing-masing. Yang menentukan itu tim-tim guru dan Kepala Sekolah untuk menentukan layak atau tidak layak siswa tersebut diluluskan dengan pertimbangan selain kemampuan dalam menguasai pelajaran, memperhitungkan kerajinan dan etika.
Apa saran Anda agar UN ini dapat dilaksanakan dengan baik?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar