Sabtu, 15 Maret 2008

Pemanasan Global

Konvensi Kerangka Kerja PBB (UNFCCC) tentang perubahan iklim ke-13 yang berlangsung di Bali belum bisa dikatakan gagal atau berhasil, mengingat masih banyaknya Negara-negara berkembang menuntut Negara maju untuk menurunkan emisi karbon dunia sebesar 5,2%, sedangkan Negara maju menuntut Negara berkembang untuk ikut bertanggung jawab dan memberikan komitmen penurunan tingkat emisi karbon dunia.

Indonesia sebagai tuan rumah dalam perundingan tersebut mengirimkan delegasinya yang beranggotakan 78 orang yang diketuai Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, sebagai Negara yang berkembang yang memiliki lebih dari 10% kawasan hutan lindungnya berkomitmen untuk menekan lajunya emisi karbon serta mengurangi penebangan hutan. Ini sangat menguntungkan dari sisi lingkungan serta mendatangkan uang yang wajib diberikan oleh Negara-negara maju.

Kalau dilihat dari sisi lingkungan tentu tidak banyak persoalan yang akan timbul selain terjaganya keperawanan hutan lindung itu sendiri dan manfaat yang akan dirasakan oleh banyak pihak, tetapi kalau dari sisi uang tentu pemerintah harus menjamin dana tersebut harus jatuh kepihak yang tepat dan alokasi pembagian dana bagi provinsi yang mempunyai hutan lindung cukup luas diantaranya Provinsi NAD dan PAPUA yang bersedia dan siap mendukung program REDD (Reduced Emission from Deforestation and Degradation) pencegahan deforestasi dan perusakan hutan di daerah mereka.

Tapi sangat disayangkan Indonesia hanya menawarkan harga hutan sebesar US$ 4 per ton karbon per tahun dengan kawasan hutan potensial 72,79 ribu hektar bisa didapat Rp. 131,612 T/tahun.
Indonesia harus mampu menggalang kerjasama dengan negara yang memiliki hutan tropis seperti Brasil dan Kongo untuk menaikan harga jual hutan tropisnya. Bisa dibayangkan kalau harga hutan tersebut lebih tinggi tentu Negara ini akan sejahtera dan mampu membayar utang Negara yang sampai kini mencapai 1.400 T dengan mengelola hutan saja.

Memang tidak bisa dipungkiri kerusakan hutan di Indonesia sangat parah, tercatat 25 juta hektar hutan Indonesia rusak parah. Ini sama dengan luasnya Negara Inggris, disebabkan diantaranya akibat terbakarnya hutan seluas 1,5 hingga 2,2 juta ha pada tahun 1997, 1998 dan 2002 yang menghasilkan emisi CO2 sebesar 3000 hingga 9400 Mton, emisi ini setara dengan 13% hingga 40% emisi dunia.
Ini belum seberapa parah jika dibandingkan dengan Amerikan yang sejak berdiri hingga sekarang kerusakan hutan mencapai 80% akibat perkembangan industri yang sangat pesat yang sampai saat ini terus menerus mengeluarkan emisi karbon dari industri, kendaraan dan rumah kaca.

Tidak ada komentar: